Bayangkan bila kamu sudah menjadi korban pelecehan seksual kemudian kamu dipenjara 6 bulan dan didenda 500 juta karena merekam bukti pelecehan seksual tersebut.
Inilah kasus Baiq Nuril yang baru-baru ini bergulir lagi. MA menyatakan Nuril pantas menerima kurungan karena telah mentransmisikan konten asusila.
Putusan ini patut disesalkan karena ini menunjukkan perspektif hukum Majelis hakim sidang PK tidak lengkap dalam menimbang keadilan bagi Nuril dan justru menyalahkan korban pelecehan seksual yang berusaha mengungkapkan kejahatan yang terjadi terhadapnya.
Nuril, yang saat kasus terjadi bekerja sebagai guru honorer di sebuah SMA di Mataram, NTB, merekam perbincangan mesum dengan kepala sekolah yang saat itu merupakan atasannya karena tidak nyaman sekaligus untuk memiliki bukti guna menampik tuduhan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah tersebut.
Rekaman itu kemudian disebarkan oleh orang lain dan Nuril dilaporkan oleh bekas atasannya dengan tuduhan pelanggaran UU ITE, khususnya Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE.
Penolakan PK membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan. Ke depan, penolakan PK ini dapat membuat korban lainnya dari pelecehan seksual atau kekerasan seksual akan semakin takut bersuara. Kita harus bergerak sekarang!