Mengenali Blok Wabu
Blok Wabu adalah deposit bijih emas di dataran tinggi tengah Provinsi Papua. Blok Wabu merupakan salah satu tambang emas terbesar di Indonesia. Blok Wabu terletak persis di sebelah selatan Kecamatan Sugapa, ibu kota Kabupaten Intan Jaya, di sekitar Gunung Bula. Wilayah ini dihuni oleh Masyarakat Adat Papua yang memiliki hukum suku dan keluarga yang terperinci, serta masalah kepemilikan dan penggunaan tanah yang kompleks.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan secara terbuka bahwa ia telah menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk meminta agar PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dapat mengembangkan aktivitas pertambangan di Blok Wabu.
Orang Asli Papua di Kabupaten Intan Jaya bilang, mereka khawatir dengan rencana pemerintah untuk menambang emas di Blok Wabu karena konsekuensinya yang berpotensi merugikan, termasuk pencemaran lingkungan dan hilangnya mata pencaharian, tanah adat, serta rumah mereka. Selain itu, Gunung Bula juga memiliki arti khusus dalam budaya Orang Asli Papua, dan beberapa klan menganggap daerah tersebut merupakan tempat suci yang dilindungi oleh nenek moyang mereka.
Hutan memainkan peran kunci dalam memerangi perubahan iklim serta dampak-dampak negatifnya terhadap HAM. Dampak-dampak terkait perubahan iklim - seperti gelombang panas, kebakaran hutan, kekeringan hebat, serta kenaikan permukaan laut - sangat mempengaruhi pemenuhan HAM bagi jutaan orang, termasuk hak untuk hidup, air, makanan, kesehatan, dan kebersihan, serta hak-hak lainnya.
Kabupaten Intan Jaya: Titik Panas Konflik dan Represi
Meski konflik antara kelompok pro-kemerdekaan Papua dan pasukan keamanan Indonesia telah berlangsung selama beberapa dekade di seluruh Papua, sejak akhir 2019 jumlah pasukan keamanan Indonesia di Kabupaten Intan Jaya meningkat. Kabupaten Intan Jaya merupakan kabupaten dengan jumlah kasus dugaan pembunuhan di luar hukum tertinggi oleh pasukan keamanan Indonesia di seluruh Papua sepanjang 2020 dan 2021, yaitu 8 kasus dengan 12 korban.
Orang Asli Papua di Kabupaten Intan Jaya melaporkan bahwa mereka menghadapi berbagai pembatasan pada kehidupan publik dan pribadi. Warga harus meminta izin kepada pasukan keamanan Indonesia untuk melakukan berbagai kegiatan. Jika warga diketahui bergerak tanpa izin, mereka berisiko ditembak. Pasukan keamanan juga membatasi penggunaan perangkat elektronik dan bahkan kadang-kadang pasukan keamanan Indonesia juga mengontrol dan memerintahkan Orang Asli Papua untuk berpakaian dengan cara tertentu dan memotong rambut mereka.
Pengungsian Akibat Konflik Bersenjata
Menurut International Coalition for Papua (ICP), sejak akhir 2019 telah terjadi beberapa gelombang pengungsian internal di Kabupaten Intan Jaya. Penduduk setempat telah pergi ke kabupaten lainnya seperti Mimika dan Nabire, serta ada pula yang pergi ke hutan. Para penduduk membangun rumah darurat di hutan agar mereka dan keluarganya memiliki tempat untuk pergi ketika konflik terjadi. Para pengungsi mengalami trauma dan membutuhkan dukungan psikologis karena melihat orang-orang dipukuli, disiksa dan ditembak oleh pasukan keamanan Indonesia.
Kehadiran aparat militer di Papua kerap disertai dengan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sering kali tidak diusut sehingga korban tidak mendapatkan keadilan. Menimbang maraknya pelanggaran HAM, keamanan dan kelangsungan hidup Orang Asli Papua seharusnya diprioritaskan. Upaya penambangan Blok Wabu dapat dilanjutkan dalam kondisi yang lebih kondusif setelah keamanan dan kedamaian dipulihkan kembali. Oleh karena itu, organisasi-organisasi adat dari Intan Jaya telah secara terbuka menyatakan penolakan mereka terhadap rencana penambangan di Blok Wabu dalam beberapa kesempatan. Misalnya pada Oktober 2021, perwakilan Kabupaten Intan Jaya menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana penambangan di Blok Wabu dan menyerukan penarikan pasukan keamanan Indonesia dari Kabupaten Intan Jaya.
Apa saja hak asasi orang Papua yang harus dihormati?
Hak Sipil dan Politik
Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian HAM internasional yang melindungi hak untuk hidup, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Di ranah nasional, Indonesia melalui UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) mengakui hak untuk hidup dan untuk bebas dari penyiksaan. Dengan adanya instrumen hukum tersebut, jelas bahwa Indonesia memiliki kewajiban untuk mencegah, menyelidiki, menuntut, dan memastikan reparasi bagi korban pelanggaran HAM.
Hak Masyarakat Adat
Masyarakat adat memiliki hak otonomi dan penentuan nasib sendiri, juga hak atas tanah adat, wilayah, serta sumber daya mereka, serta untuk dikonsultasikan mengenai hal-hal yang mempengaruhi hak mereka. Hak adat secara eksplisit diakui dan dihormati dalam hukum di Indonesia misalnya dalam UUD 1945 dan UU HAM.
HAM dalam konteks kegiatan bisnis
Berdasarkan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (CESCR), negara memiliki kewajiban untuk melindungi HAM dalam konteks aktivitas bisnis misalnya dengan melakukan uji tuntas HAM. Menurut Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (Prinsip-Prinsip Panduan PBB), negara juga harus memastikan bahwa kebijakan, undang-undang, peraturan, dan tindakan penegakan mereka efektif dalam menangani risiko keterlibatan bisnis dalam pelanggaran HAM berat.
Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati HAM di mana pun mereka beroperasi, terlepas dari kewajiban HAM milik negara. Perusahaan harus menghormati prinsip persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan dari masyarakat adat dalam kaitannya dengan semua hal yang dapat mempengaruhi hak-hak mereka, termasuk tanah, wilayah, dan sumber daya yang mereka miliki, tempati, gunakan, atau peroleh.