Petisi untuk Meliana

Meliana Tidak Pantas Dikurung – Hapus Pasal Penodaan Agama dari Indonesia

Latar Belakang Kasus:

“Sekarang suara masjid kita agak keras ya. Dulu enggak begitu kan?”

Meliana, seorang ibu rumah tangga berusia 44 tahun, tak menyangka opini pribadinya dua tahun silam berujung pada vonis hukuman 1,5 tahun penjara. Pada 21 Agustus 2018, ia dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, akibat mengeluhkan volume suara azan – yang memicu kerusuhan Suku, Agama, dan Ras (SARA) di Tanjung Balai – tempat ia tinggal.

Pangkal mula peristiwa ini berawal dari keluhan yang ia sampaikan di warung tetangganya yang bernama Kasini, pada 22 Juli 2016. Meiliana curhat perihal volume suara azan. Tapi opini pribadi itu menyebar luas dan menciptakan desas-desus bahwa Meiliana adalah “orang yang melarang azan”.

Desas-desus itu menciptakan kemarahan warga. Selang beberapa hari, pada 29 Juli 2016, Meliana dan empat anaknya diserang massa. Massa juga merusak rumah ibadat umat Buddha yang berujung pada tindak kriminal. Perusakan rumah ibadat itu diduga kuat terkait dengan agama yang diyakini Meliana. Para perusak rumah ibadah tersebut telah dihukum. Namun kebencian terhadap Meliana tidak kunjung meredam.

Tak lama setelah itu, Kejaksaan Negeri Tanjung Balai mengeluarkan surat perintah penahanan Meliana. Vonis atas Pasal 156 subsidair Pasal 156a huruf (a) KUHP akhirnya dijatuhkan.

Pasal tersebut berbunyi, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”

Kasus Meliana menambah deret panjang kasus-kasus serupa. Tuduhan menista agama telah banyak digunakan untuk memenjarakan ekspresi, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengatur bagaimana orang beribadah di Indonesia.

Amnesty International mencatat ada empat kasus yang cenderung menggunakan hukum untuk memberangus keyakinan dan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Tahun 2012, Tajul Muluk dan ratusan pengikut aliran Syiah di Sampang Madura terpaksa terusir dari rumahnya akibat keyakinan mereka. Tajul Muluk sendiri divonis dua tahun kurungan penjara untuk tuduhan penodaan agama Islam.

Tahun 2016, tiga pimpinan Gerakan Fajar Nusantara diganjar tiga tahun kurungan penjara untuk tuduhan penodaan agama dan makar.

Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok juga divonis 2 tahun kurungan penjara untuk tuduhan yang sama pada 2017.

Dan di awal 2018, ada Arnoldy Bahari yang divonis lima tahun atas unggahan status Facebook di akunnya yang dikategorikan penistaan agama.

Amnesty International mengajak kalian untuk meminta Kementrian Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia untuk menghapus pasal-pasal pidana penodaan agama yang mengekang kebebasan berekspresi, berpikir, berkeyakinan, beribadah dan beragama di Indonesia. Komisi Yudisial kami minta untuk menyelidiki potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim yang memeriksa perkara Meliana dan memonitor proses sidang banding ke Pengadilan Tinggi Medan.

Meliana dan terdakwa kasus penodaan agama lainnya juga harus dibebaskan segera dan tanpa syarat. Hak-hak mereka harus segera dipulihkan, dan kasus serupa tidak boleh terjadi lagi di Indonesia.


Penerima: Mahmakah Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia , Dewan Perwakilan Rakyat dan Komisi Yudisial

Perihal: Bebaskan Meliana dari kurungan – hapus pasal penodaan agama

Kami meminta Kementerian Hukum dan HAM dan Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk menghapus pasal-pasal pidana penodaan agama yang mengekang kebebasan berekspresi, berpikir, berkeyakinan, beribadah dan beragama di Indonesia. Pasal-pasal tersebut banyak digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengekspresikan pandangannya secara damai.

Kami juga meminta agar ada UU baru pengganti undang-undang penodaan agama yang bisa melindungi dan memberikan jaminan kebebasan berekspresi, berpikir, beragama, beribadah, dan berkeyakinan -- agar tidak ada lagi yang menjadi tahanan nurani seperti Meliana.

Kepada Komisi Yudisial, kami minta untuk menyelidiki potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim yang memeriksa perkara Meliana dan memonitor proses sidang banding ke Pengadilan Tinggi Medan.

Amnesty International Indonesia percaya pemidanaan terhadap Meliana bertentangan dengan kewajiban Indonesia untuk menghormati dan melindungi kebebasan berekspresi, berpikir, berkeyakinan, beribadah dan beragama.

Dasar tafsir moralitas sekelompok orang tidak bisa membenarkan penghukuman pada mereka yang ingin mengemukakan pendapat secara damai seperti Meliana. Kami mengharapkan para pengambil kebijakan di lembaga-lembaga yang disebut di atas segera mengakhiri ketidakadilan ini.

Salam hormat,

 

578 signature
Goal: 1000 signature

Will you sign?

Showing 428 reactions

  • Fitriani Fitriani
    signed 2018-08-29 20:05:17 +0700
    Fitriani Fitriani
  • Poppy Permatasari
    signed 2018-08-29 20:05:07 +0700
  • Ardianto Santosa
    signed 2018-08-29 20:04:43 +0700
    hakimnya koplak
  • Ricky Sinambela
    signed 2018-08-29 20:04:07 +0700
    Rip kebebasan berdemokrasi
  • Henry Ardika Fatih
    signed 2018-08-29 20:03:20 +0700
  • Ellia juniarti
    signed 2018-08-29 20:02:32 +0700
    Tegakkan keadilan.
  • Marchel Ciano
    signed 2018-08-29 19:47:29 +0700
    Menurut saya , saya rada miris dengan negara kita , agama membuat kita berpecahan , agama itu bagi saya untuk melandasi hidup kita di jalan yang benar , bukan begini mestinya , seharusnya pemerintah ikut turun tangan dalam hal jni
  • Kevin
    signed 2018-08-29 19:13:34 +0700
    Buat mereka” yg nyalahin, Jadi orang jangan suka sensitif, mikir dulu sebelum bilang ini itu penistaan, manusia bebas berpendapat, cermati dulu apa yang dia ucapin jangan asal nuduh, kalo emang pendapatnya ga pas bagi individu atau sekelompok orang diomongin dulu baik” bukannya main serang aja apa” di rusak di bakar emang situ mau tanggung jawab? , kalo tolol jangan parah” banget lah tolongg, cuma nanya / minta tolong kecilin suara toa kan gamasalah kalo gabisa ya tinggal di jawab “maap ya bu emang gabisa di kecilin”, sekali lagi tolong lah otak nya dipake, jadi orang gausah sensitif, kalo dikit” sensitif Indonesia gabakal bisa damai bakal ribut mulu ntr, setiap agama aja ngelarang kita ribut, kog situ malah cri ribut mulu?

    -maaf kalo ada kata” yg salah
  • Caroline Melania
    signed 2018-08-29 19:01:13 +0700
  • tan
    @kkbumjjong tweeted link to this page. 2018-08-29 18:46:23 +0700
  • Tania Yasmine Nur Salma
    signed 2018-08-29 18:45:29 +0700
  • Talitha Utami
    signed 2018-08-29 18:01:15 +0700
  • Bunga Matahari
    signed 2018-08-29 16:41:08 +0700
  • jodi delisio
    signed 2018-08-29 16:30:40 +0700
    apakah ini yg disebut sebagai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia?
  • Christle Louisa
    signed 2018-08-29 16:29:14 +0700
  • Joe Tanjung
    signed 2018-08-29 16:22:28 +0700
    Joe Tanjung
  • Susandi Anggara
    signed 2018-08-29 15:48:02 +0700
  • Ivan Nathaniel
    signed 2018-08-29 15:47:30 +0700
  • fayzahra nadila
    signed 2018-08-29 14:59:44 +0700
    “penistaan agama” they said, yet they BURNED a temple. where is the logic??
  • Hilya Nafylah
    signed 2018-08-29 14:50:33 +0700
  • shella kristiana
    signed 2018-08-29 14:05:32 +0700
  • Moh Setyanto
    signed 2018-08-29 14:03:17 +0700
  • Matthew Javier
    signed 2018-08-29 13:53:01 +0700
  • Thewensy
    signed 2018-08-29 13:51:19 +0700
  • Hafida Fahmiasari
    signed 2018-08-29 13:38:04 +0700
  • novel fabiola
    signed 2018-08-29 13:35:56 +0700
    kita satu, indonesia
  • Amanda Baptista
    signed 2018-08-29 13:28:18 +0700
    Ketika yang beropini justru diperlakukan selayaknya pelaku kriminal. Di mana demokrasi?
  • Jonathan Halomoan
    signed 2018-08-29 13:27:23 +0700
    Smgt!
  • Whindy
    signed 2018-08-29 13:20:38 +0700
  • Bellisa
    signed 2018-08-29 13:18:22 +0700