Komisi III DPR RI, lanjutkan penyidikan dan bentuk pengadilan HAM ad hoc Talangsari!
Tiga puluh tahun berlalu, mereka masih mencari keadilan.
"Kami ingin kasus ini jelas, bagaimana stigma yang ditempelkan pada kami, pada keluarga kami itu dibuka dengan jelas, bagaimana mereka menuduh kami sebagai GPK (baca: Gerakan Pengacau Keamanan) itu diluruskan"
Nurdin - Korban Peristiwa Talangsari
Kutipan Nurdin di atas amat memilukan. Stigma yang ia jalani hampir separuh hidupnya membuat hidup Nurdin tidak seperti warga Indonesia pada umumnya. Ia putus sekolah, tidak punya pekerjaan tetap, dan diperparah minimnya akses ekonomi yang seharusnya bisa ia nikmati. Ia tak sendiri. Ada banyak korban dari Peristiwa Talangsari 1989 yang mengalami nasib serupa.
Mereka menjadi saksi sejarah ketika aparat militer Indonesia mengepung dan menyerang Desa Cihideung, terutama warga yang mengikuti pengajian damai Islam Jemaah Warsidi. Pemerintah saat itu menuduh kelompok ini ingin mendirikan negara Islam di Indonesia, padahal penelitian ilmiah menunjukan bahwa tuduhan itu tidak benar.
Dari laporan resmi Komnas HAM, sedikitnya 130 orang dibunuh di luar hukum. Puluhan warga lain mengalami penyiksaan dan pengusiran paksa, termasuk keluarga Nurdin.
Nurdin masih mencari keadilan namun nasibnya hampir pupus ketika mengetahui ada pihak-pihak dari pemerintah yang menggunakan “jalur damai” untuk menyelesaikan perkara Talangsari 1989.
Keberatan kolektif muncul dari korban, apalagi karena para korban dan keluarga tidak diajak dalam urun rembug pembuatan “deklarasi damai”tersebut.
"... ketika ada Deklarasi seperti itu kami diam tidak membuat respon berarti kami telah mengkhianati pengorbanan orang tua kami. Paling tidak ini menjadi tanggung jawab kami juga" Amir - Keluarga Korban Peristiwa Talangsari
“Jalur damai” tersebut diketahui telah melibatkan Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Negeri, Kapolres, Wakil Bupati, Camat, Kepala Desa setempat, hingga Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan yang tidak memiliki mandat untuk menutup kasus Talangsari. Menurut bahasa hukum, menyalahi kewenangan lembaga itu adalah praktik mal-administrasi, lho teman-teman.
Oleh karenanya, Amnesty International Indonesia mengajak kita semua untuk menuntut Komisi III DPR RI segera memanggil Menkopolhukam guna mempertanyakan “Deklarasi Damai”dan tetap mendorong Jaksa Agung untuk menyidik kasus pelanggaran HAM Talangsari 1989 sampai tuntas.
Yuk, tandatangani petisi ini untuk mendukung korban dan keluarga mereka yang sudah 30 tahun dilupakan. Jangan lupa juga sebarkan petisi ini!
Do you like this page?
Recent responses
-
Zunanik Mufidah signed 2018-05-22 12:32:28 +0700
-
eko prasetyo signed 2018-05-22 12:25:54 +0700
-
Rio Rivany followed this page 2018-05-22 12:05:47 +0700
-
Rio Rivany signed 2018-05-22 12:05:32 +0700
-
Novi Anti signed 2018-05-22 11:57:52 +0700
-
-
@audika_ tweeted link to this page. 2018-05-22 11:54:10 +0700
-
Audika Putri Larasati signed 2018-05-22 11:53:40 +0700
-
-
@rezzey tweeted link to this page. 2018-05-22 11:40:24 +0700
-
Dewi Nurrizqi Indraputri signed 2018-05-22 11:40:12 +0700
-
Rezza yolanda signed 2018-05-22 11:39:21 +0700
-
-
@yokieiswan tweeted link to this page. 2018-05-22 11:31:58 +0700
-
Yokie Rahmad Isjchwansyah signed 2018-05-22 11:30:39 +0700
-
-
Muhammad kahfi Noer firdaus signed 2018-05-21 19:28:42 +0700
-
@actrkwb tweeted link to this page. 2018-05-21 17:25:35 +0700
-
Resya Ms signed 2018-05-21 17:24:27 +0700
-
Abikabs Yoandar signed 2018-05-21 17:23:40 +0700
-
-
Arif Yayan Hidayat signed 2018-05-21 16:54:36 +0700
-
@nicoteane tweeted link to this page. 2018-05-21 16:21:34 +0700
-
Humaira Alifah signed 2018-05-21 16:20:57 +0700
-
Kukuh Wangsa Giaji signed 2018-05-21 15:47:48 +0700
-
-
Annida Putri signed 2018-05-21 14:37:48 +0700
-
Charlie Evander signed 2018-05-21 14:18:05 +0700
-
Aldo Kaligis signed 2018-05-21 14:08:09 +0700